Exchange Money Trading

Rabu, 18 Februari 2009

Menyambut Hillary dengan Ketegasan Sikap

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton tiba di Jakarta untuk kunjungan resmi sebagai bagian dari lawatan ke China, Jepang, dan Korea Selatan. Kita menekankan arti penting peristiwa itu, karena inilah pertama kali pemerintahan baru Amerika mengunjungi negara-negara Asia dalam lawatan pertama menteri luar negeri setelah dilantik. Demikian pula, inilah kali pertama Indonesia berkesempatan menjadi bagian dari kunjungan pertama itu. Sebelum ini, Jakarta memang pernah menyambut George W Bush, namun lawatan itu dilakukan pada saat-saat akhir kepresidenan Bush yang penuh cela.

Berbeda dari lawatan di tiga negara Asia lain, kedatangan Hillary di Jakarta memang belum membawa agenda pembahasan yang spesifik dan detail. Namun, meski lawatan mantan first lady AS itu lebih bersifat simbolik, pertemuan itu tetaplah membuka kesempatan yang sangat penting bagi Indonesia untuk menyodorkan agenda kebijakan luar negeri dan posisi strategis RI. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat, serta negara terbesar di kawasan Asia Tenggara. Posisi ini tentu sangat penting bagi Washington.


Ada kemungkinan, kedatangan Hillary bertujuan mempersiapkan kunjungan Presiden Barack Hussein Obama, sebab Obama pernah berjanji akan berpidato di satu negara muslim dalam waktu tiga bulan setelah menjabat. Sebagai negara muslim terbesar dengan komposisi Islam moderat yang dominan, Indonesia menjadi salah satu pilihan yang mungkin dan strategis bagi Obama untuk meluncurkan janjinya merangkul dunia muslim. Memulai program persahabatan itu dari jalan tengah pastilah akan lebih memudahkan untuk mengawali diplomasi inklusif Obama atas isu-isu pelik konflik Barat-Timur warisan Bush.

Karena itu, kedatangan Hillary sekaligus merupakan ujian penting bagi tim kebijakan luar negeri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mampukah kita merespons diplomasi simbolik itu dengan tawaran-tawaran inisiatif untuk terobosan bagi peta perdamaian dunia? Respons itu akan menunjukkan kemampuan kita untuk tidak selalu mengekor kebijakan Washington. Tambahan lagi, kajian Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat menyebutkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan potensial. Dokumen berjudul ‘’Global Trends 2015: A Transformed World’’ itu mengakui peran penting RI di masa mendatang.

Dalam hal konflik program nuklir Iran misalnya, Indonesia memiliki modal penting untuk terlibat menyukseskan tawaran dialog dari pemerintahan Obama. Jakarta menjalin hubungan dekat dengan Teheran, sekaligus juga mempertahankan hubungan bilateral yang hangat dengan Washington. Dengan iktikad Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menerima tawaran dialog itu, kita berpeluang untuk memegang peran sebagai mediator yang menjembatani jurang antara Barat dan Iran yang sudah sedemikian dalam tercipta akibat retorika-retorika keras dan sikap bermusuhan Washington sebelum era Barack Obama.

Kajian Dewan Kebijakan Nasional AS itu, yang dirilis pada November 2008 itu juga memprediksi surutnya peranan Amerika dan Eropa. Sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia akan makin menentukan arah perkembangan ekonomi dan politik global. Karena itu, bukan tanpa tujuan jangka panjang apabila Hillary mulai mempersiapkan kemitraan strategis dengan Asia, juga negara-negara muslim. Bagi kita sendiri, sapaan Washington perlu disambut dengan sikap tegas yang bukan sekadar mencari kesamaan pandang, melainkan dengan konsisten menjaga kesetaraan dan perdamaian.

bacaan: Jangan Malas click sini
DASAR-DASAR INTELEJEN,click sini

Tidak ada komentar: